Kata ‘pacaran’ mungkin biasa kita dengar. Namun apa makna sesungguhnya pacaran itu kita punya definisi yang berbeda-beda.
Pacaran menurut sosiolog adalah suatu proses mengenal antar 2 individu agar saling mengerti kelebihan dan kekurangan satu sama lain. Tujuannya adalah untuk mencari kecocokan yang diharapkan dapat meningkat pada hubungan yang lebih serius, yakni menikah.
Tetapi pada kenyataannya pacaran banyak disalahartikan menjadi semacam trend, tradisi, atau role model para generasi muda yang lebih dominan ke arah nafsu belaka. Tanpa persiapan yang matang, atau karena faktor kesengajaan dan ketidakpedulian menyebabkan pacaran menjadi media memadu kasih bagi para generasi muda kita, bahkan dimulai sejak level Sekolah Dasar.
Jaman sekarang, ini juga kebetulan saya sering melihat dengan mata kepala sendiri, anak-anak seusia Sekolah Dasar di Jakarta sudah berani ‘memadu kasih’ secara terang-terangan dengan lawan jenis di mall-mall, di jalan-jalan, di taman-taman kota. Meski terang-terangan, namun saya yakin mereka tidak terang-terangan di hadapan orang tua.
Buat saya yang memperhatikan dari jauh itu jadinya geleuh istilah orang Sunda… atau nggilani kata orang Jawa. Nggak enak lihatnya apalagi membahasnya.
Well, asumsi saya, trend yang terjadi saat ini bermula dari perkembangan teknologi yang begitu massive hampir tak terbendung. Tidak hanya di Indonesia, nyatanya hampir setiap orang itu mudah ‘tersihir’ oleh teknologi yang bisa dibaca, dilihat, diraba.
Televisi atau internet misalnya. Baru lihat iklan deodoran di TV, sebagian cowok langsung beli… “rasanya seperti tambah macho!”. Lihat iklan suplemen, langsung cari di warung terdekat… “biar fit dan bugar terus kayak orang yang di iklan tadi”. Lihat Justin Bieber bisa kaya raya gara-gara posting lagu di YouTube, langsung nyanyi-nyanyi sendiri di depan kamera laptop. Dan seterusnya, dan seterusnya.
Budaya ‘pacaran’ yang banyak dimuat di dalam film-film luar dan dalam negeri, ikut berperan pula dalam membentuk mental dan karakter manusia yang melihatnya. Banyak adegan kekerasan dan seks yang dieksploitasi begitu bebas di pasaran tanpa ada yang mampu membendung. Tidak hanya pemerintah, bahkan ulama yang wara-wiri di grass-root pun tidak punya kekuatan solid untuk membendung arus informasi bebas dari luar ini.
Dari hal ini, kita hanya berharap bahwa lembaga pendidikan, pemerintah provinsi, dan seluruh pemerhati anak terus bahu membahu dan berupaya menciptakan inovasi yang user friendly agar dapat diterima generasi muda dalam usahanya meredam akibat negatif dari sesaknya arus informasi dan teknologi. Hal ini tentu bukan perkara mudah, mengingat pasti ada gap antara generasi tua dan muda.
So, agar lebih mengerti anak-anak jaman sekarang yang doyan pacaran, baiknya kita ulas sedikit mengenai gaya pacaran mereka.
Menurut saya, jika ditinjau secara garis besar, gaya berpacaran terbagi menjadi dua model; pacaran bergaya halus dan pacaran bergaya bebas (tanpa basa-basi).
Gaya Halus
Sepasang individu yang berpacaran model halus begini biasanya agak sedikit malu-malu kucing. Mereka lebih memperhatikan sekeliling mereka. Aura dan budaya malu masih dipegang erat. Hal tersebut bisa jadi timbul akibat pendidikan, wawasan, maupun faktor lingkungan konservatif yang diadopsi oleh mereka tanpa sadar sejak kecil. Gaya pacaran ini banyak diadopsi oleh remaja Muslim, Kristen, bahkan Yahudi yang beraliran ortodoks atau konservatif. Bahkan sebagian kaum Muslimin sangat alergi dengan kata ‘pacaran’. Mereka lebih nyaman dengan sebutan PDKT atau ta’aruf dalam bahasa Arab, meski jika ditelisik, esensinya hampir sama.
Gaya Bebas
Biasanya dilakukan oleh muda dan mudi yang sedari kecil tidak diajarkan untuk ‘berpikir sebelum bertindak’ atau ‘bertindak dulu baru berpikir’ oleh lingkungannya. Lingkungan apatis sangat memungkinkan membentuk manusia dengan pola pikir yang serba instant dan pragmatis. Pada kenyataannya model pacaran ini sangat beresiko tinggi. Mengingat bisa jadi tidak hanya orang-orang sekitarnya yang tidak dipedulikan, ulama, orang tua, dan guru yang wajib dihormati pun bakalan dilangkahin petuah-petuahnya. Pada sisi lain kehidupan Jakarta, pacaran dengan gaya bebas ini bahkan dianut sebebas-bebasnya tanpa batas. Saat ini banyak ditemui orang-orang yang berpacaran dengan sesama jenis akibat gaya pacaran yang terlalu bebas. Soal penilaian, saya kembalikan kepada Anda.
Satu lagi. Yang mesti diingat adalah, model apapun itu, yang namanya pacaran tidak hanya menjangkiti kalangan remaja. Kalangan ‘tua’ juga ternyata banyak sekali yang tersandung kasus pacaran instant atau yang lebih dikenal dengan sebutan kencan kilat.Ditunjang dengan kedewasaan dan materi yang mumpuni, hal ini akan membuka kesempatan seseorang untuk melakukan kencan kilat dengan PIL atau WIL.
ABORSI MERAJALELA
Thus, pada kisaran tahun 2010 dimana anak pertama saya akan lahir, bidan-bidan yang akrab dengan kami (saya dan istri) mengungkapkan bahwa di wilayah tempat mereka tinggal dan bekerja, terjadi banyak praktek aborsi yang umumnya dilakukan oleh remaja perempuan yang masih berusia belia (ABG). Menurut mereka, rata-rata yang meminta untuk diaborsi berusia antara SMP hingga SMA.
Dari secuil informasi tersebut, sebenarnya muncul jiwa ‘wartawan’ saya untuk tahu lebih dalam…
“Dimana mereka melakukan praktek aborsi? apakah disini, bu?“, hehe.
Tapi toh niat itu saya urungkan mengingat konsekuensi hukum dari pelaku aborsi bakal diganjar sanksi berat, dan bisa-bisa urusan bakal panjang.
Untuk itulah saya merasa perlu untuk kembali mengangkat soal ‘pacaran’. Mengingat tanpa pemahaman akan definisi ‘pacaran’, tentu akan mengakibatkan banyak terjadinya masalah-masalah sosial bahkan perilaku menyimpang. Menyimpang dari sisi etika, moral, sosial budaya, maupun agama.
Buat saya pribadi yang dulunya tidak pernah sekali pun pacaran, hanya bisa menyarankan agar para muda mudi selalu berhati-hati dalam pergaulan. Pilihlah teman yang baik luar dalam. Selanjutnya pilihlah pasangan hidup yang menurut Anda juga baik luar dalam. Pilihlah sesuai keinginan, yang penting ‘masuk akal’ dan tidak memberatkan diri sendiri di kemudian hari. Karena bagaimana pun no body’s perfect. Jika sudah cukup umur, segera tentukan arah hidup Anda. Tunggu apa lagi?. Menikahlah!
Anda bertanggung jawab terhadap diri Anda sendiri, keluarga, dan masyarakat sekitar Anda. Don’t let ’em down, buddy.
Saya yakin bahwa apapun keyakinan dan agama Anda, tidak satu pun ada agama yang menginginkan pemeluknya menjadi susah gundah gulana akibat masalah sosial, sanksi sosial, terlebih sanksi Tuhan di kehidupan nanti.
Semoga negara ini menjadi negara yang penuh kedamaian, penuh rahmat, sejahtera, subur, makmur, gemah ripah loh jinawi… baldatun thoyyibatun – wa robbun ghofuur. Aaamiin.